Khamis, 30 Mei 2019

Jangan Pelit, Inilah Berkahnya Memberi Makanan Untuk Berbuka Puasa


Bulan Ramadhan memang benar-benar bulan yang penuh berkah dengan pahala yang melimpah. Oleh sebab itu, banyak orang yang berlomba-lomba melakukan amalan baik selama bulan Ramadhan. Salah satunya yaitu dengan memberi makan untuk berbuka puasa bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa. Biasanya, kita bisa menyalurkan makanan untuk berbuka puasa di masjid-masjid setempat.
Meskipun demikian, terkadang ada beberapa orang yang justru merasa keberatan apabila harus menyalurkan bantuan makanan untuk berbuka puasa kepada masjid-masjid di sekitar lingkungan mereka. Padahal, sebenarnya memberi makan untuk orang-orang yang berbuka puasa merupakan suatu hal yang mulia. Bahkan tindakan yang mulia tersebut dapat memberikan ganjaran yang luar biasa.
Sebenarnya, apa saja sih yang akan kita dapatkan apabila memberi makan kepada orang-orang yang berbuka puasa?

 Pertama, orang yang memberi makan kepada orang yang berbuka puasa maka pahalanya sama seperti orang yang berpuasa tersebut. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi)

Kemudian yang kedua, yaitu mendapatkan jalan menuju surga. Dari ‘Ali RA , ia berkata, Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian luarnya terlihat dari bagian dalam dan bagian dalamnya terlihat dari bagian luarnya.” Lantas seorang arab baduwi berdiri sambil berkata, “Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai Rasululullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Untuk orang yang berkata benar, yang memberi makan, dan yang senantiasa berpuasa dan shalat pada malam hari di waktu manusia pada tidur.” (HR. Tirmidzi)

Ketiga, yaitu mendapatkan balasan berupa buah-buahan di surga kelak. Dalam sebuah hadist disebutkan, “Muslim mana saja yang memberi pakaian orang Islam lain yang tidak memiliki pakaian, niscaya Allah akan memberinya pakaian dari hijaunya surga. Muslim mana saja yang memberi makan orang Islam yang kelaparan, niscaya Allah akan memberinya makanan dari buah-buahan di surga. Lalu muslim mana saja yang memberi minum orang yang kehausan, niscaya Allah akan memberinya minuman Ar-Rahiq Al-Makhtum (khamr).” (HR. Abu Daud, & Tirmidzi)

Selanjutnya yang keempat, yaitu menyelamatkan seseorang dari panasnya api neraka. Pasalnya, memberi makan orang yang berbuka puasa sama saja halnya seperti bersedekah. Sedangkan bersedekah ternyata dapat menyelamatkan seseorang dari panasnya api neraka. Sebagaimana disebutkan dalam hadist, “Setiap orang akan berada di naungan amalan sedekahnya hingga ia mendapatkan keputusan di tengah-tengah manusia.” (HR. Ahmad)

Tak hanya itu, memberi makan orang-orang yang berbuka puasa juga dapat meredam murka Allah dan menghindarkan umat muslim meninggal dalam keadaan yang jelek. Sebagaimana sedekah dapat meredam murka Allah dan menghindarkan umat Islam dari kematian dalam keadaan yang buruk. Seperti halnya disebutkan dalam hadist berikut ini, “Sedekah itu dapat memadamkan murka Allah dan mencegah dari keadaan mati yang jelek.” (HR. Tirmidzi)

Oleh sebab itu, hendaknya umat Islam memanfaatkan momentum bulan Ramadhan untuk memberi makan orang-orang yang berpuasa. Entah hanya dengan memberi sedikit nasi, secangkir teh, secuil kurma atau snack yang menggiurkan, itu pun bisa menjadi ladang pahala. Jika tidak bisa memberikan makan malam ataupun kurma, maka bisa pula dengan seteguk air.

Dengan memberi makan orang yang berpuasa, niscaya umat Islam akan mendapat pahala setara orang yang berpuasa, mendapatkan jalan menuju surga, mendapatkan buah-buahan di surga, terselamatkan dari panasnya api neraka, hingga terhindar dari murka Allah dan terhindar dari kematian dalam kondisi yang buruk.
Wallahu a’lam.

Tafsir Surat Al-Fatihah Ayat 6-7: Makna Jalan yang Lurus dan Jalan yang Sesat


Surat Al-Fatihah adalah surat pembuka dalam Al-Quran. Selain itu, surat ini hampir setiap hari dan setiap waktu kita baca. Setiap shalat, memulai acara, memulai suatu kegiatan, dan lain sebagainya. Lalu, apa makna yang terkandung dalam surat Al-Fatihah ini?
Tulisan ini hendak membahas tafsir dari surat Al-Fatihah, ayat 6-7, yang berbunyi:
(7)اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
“ Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
Menurut as-Shobuni dalam Rawai’ al-Bayan , Lafad “ al-Shirath ” merupakan sebuah kalimat yang biasa digunakan oleh orang Arab untuk menunjukkan setiap perkataan maupun perbuatan yang sesuai dengan aturan ataupun menyimpang dari aturan. Sedangkan “ al-mustaqim ” adalah sifat dari shirath yang menunjuk kepada hal yang sesuai koridor dan tanpa penyimpangan.
Tujuan dan maksud dari dua kata di atas yang terbungkus indah dalam ayat ke 6 surat al-Fatihah adalah agama Islam. Karena agama Islam adalah sebuah jalan yang lurus dan terbebas dari penyimpangan.
Jika kita lihat secara keseluruhan, ayat ke 6 ini secara tidak sadar membuat kita berdoa dan meminta kepada Allah agar selalu dilimpahkan Iman dan amal saleh serta dijadikan hamba-Nya yang selalu meniti jalan Islam yang bermuara kepada surga-Nya.
Al-Shirath al-mustaqim juga bisa kita artikan sebagai doa atau permintaan kita kepada Allah agar diselamatkan saat meniti jembatan di al-yaum al-mahsyar nanti.
Lafadz “ An’amta alaihim  mengarah kepada setiap orang yang diberikan kenikmatan oleh Allah. Yaitu golongan yang termaktub dalam surat an-Nisa’ ayat 9:
فَأُوْلَٰٓئِكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّ‍ۧنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَٱلصَّٰلِحِينَۚ وَحَسُنَ أُوْلَٰٓئِكَ رَفِيقا
“Mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.
Secara bahasa, nikmat adalah setiap hal yang membuat kita bahagia. Maka cinta pun bisa disebut dengan nikmat. Bahkan jika bencana yang ditimpakan Allah kepada kita dan kemudian bencana itu menjadikan kita tersadar dan bahagia. Maka bencana itupun bisa disebut nikmat.
Inilah tujuan kenapa Allah memakai redaksi “ An’amta alaihim  dan bukan “ a’thaita alaihim ”. Karena lafadz “ A’tha bisa mengandung dua arti, yakni bisa jadi yang diberikan kebahagiaan ataupun kepedihan. Berbeda dengan “ An’ama”.
Lafadz “ al-maghdhubi alaihim ” adalah representasi dari kaum Yahudi. Sedangkan lafadz “ al-dlallin ” ditujukan untuk menggambarkan umat Nasrani yang menyimpang dari ajaran yang benar. Interpretasi dari dua lafadz di atas diungkapkan oleh al-Alusi dalam Ruh al-Ma’ani- nya.
Al-Razi berbeda pendapat mengenai dua kalimat di atas. Dalam Mafatih al-Ghaib- nya, al-Razi ingin lebih memperlebar objek dari dua lafadz di atas. Menurut al-Razi, golongan yang dikaitkan dengan “ al-maghdhubi alaihim ” adalah setiap orang/golongan yang perbuatan zahirnya menyimpang dari ajaran agama. sedangkan “ al-dlallin ” adalah orang-orang yang menyimpang dalam aqidahnya. Bahkan menurut al-Razi, orang yang menyimpang dalam perbuatan zahir dan aqidahnya lebih parah daripada Yahudi dan Nasrani.
Dalam pendapat yang lain, al-Razi juga mengarahkan dua lafadz ini untuk orang kuffar dan munafiq. Dia berargumen bahwa surat Al-Fatihah ini merupakan skema dan herarki sebuah golongan. Mula-mula Allah menyebutkan golongan mukmin yang direpresentasikan dalam “ أنعمت عليهم ”,kemudian menyebutkan golongan kuffar dalam “المغضوب عليهم”, baru kemudian menyebutkan golongan munafiqdalam “الضالين”.
Sebenarnya dua pendapat mufassir yang berbeda corak ini tidak untuk dikonfrontasikan. As-Shobuni sendiri kenyataanya ingin memadukan dua pendapat yang kelihatan menyimpang ini. Yakni dengan pemahaman bahwa selain Yahudi dan Nasrani, dua lafadz tersebut juga bisa ditujukan kepada orang-orang yang menyimpang dalam perbuatan dan aqidah.
Wallahu A’lam.

6 Kunci Rahasia Untuk Menggapai Surga Firdaus, Surga Paling Utama dan Paling Tinggi Kedudukannya!


Sumber foto dari google.com
Mengenai surga, ada tingkatan-tingkatannya. Salah satunya adalah Surga Firdaus. Surga ini tentu menjadi mimpi bagi setiap orang muslim, mengapa? Karena surga ini adalah surga yang paling utama dan paling tinggi kedudukannya. Adakah cara untuk mendapatkannya? Tentu saja ada. Berikut ini penjelasan dari Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal.
Allah Ta’ala berfirman,
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2) وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (3) وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (4) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7) وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (8) وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (9) أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ (10) الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (11)
“ Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya .” (QS. Al-Mu’minun: 1-11)
Dari ayat di atas, untuk masuk dalam surga Firdaus, ada enam sifat yang harus kita miliki.
Pertama: Khusyu’ dalam shalat
Khusyu’ artinya berdiri di hadapan Allah dalam keadaan tunduk, merendahkan diri dan tenang. Dulu para sahabat biasa mengangkat pandangannya ke langit-langit dalam shalat. Ketika turun awal surat Al-Mu’minun (ayat 1 dan 2), barulah mereka menundukkan pandangan mereka dengan memandang ke tempat sujud.
Ibnu ‘Abbas menyatakan bahwa khusyu’ itu berarti tenang. ‘Ali bin Abi Thalib menyatakan bahwa khusyu’ itu berarti khusyu’nya hati. Al-Hasan Al-Bashri menyatakan bahwa khusyu’ itu dalam hati yang membuat anggota tubuh kita menjadi ikut tunduk. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim , 5: 448.
Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan dalam halaman yang sama bahwa khusyu’ itu bisa digapai jika hati kita tidak memikirkan hal-hal di luar shalat, dan mementingkan shalat saja daripada berbagai perkara di luar shalat.
Khusyu’ sendiri ada dua macam, yaitu khusyu’ pada lahiriyah dan khusyu’ dalam batin.
Khusyu’ pada lahiriyah bisa digapai dengan keadaan yang tenang dan tidak banyak melakukan gerakan sia-sia dalam shalat (seperti memandang ke langit-langit, menoleh kanan-kiri, banyak gerak yang tidak berguna dan tidak dibutuhkan). Khusyu’ lahiriyah juga bisa dicapai dalam bentuk tidak mendahului, berbarengan dan telat dari imam karena yang diperintahkan adalah mutaba’ah (mengikuti) imam.
Khusyu’ dalam batin bisa digapai dengan menghayati kebesaran Allah, memikirkan makna ayat, dzikir dan do’a dalam shalat, dan tidak peduli pada was-was setan.
Para ulama katakan bahwa khusyu’ itu dibangun dari dalam batin dan akan berpengaruh pada jawarih (anggota badan). Jika kekhusyu’an dalam hati itu kurang, maka akan nampak pada anggota badan. Namun ingat, menampak-nampakkan diri kita khusyu’ tidak disukai karena tanda ikhlas adalah menyembunyikan kekhusyu’an. (Lihat bahasan dalam kitab Irsyadul Musholli , hlm. 228-229)
Semoga Allah menjadikan kita memiliki shalat yang khusyu’ yang jadi suatu kenikmatan dan penyejuk pandangan.
Kedua: Menjauhkan diri dari hal yang tidak berguna
Maksudnya di sini adalah menjauhkan diri dari kebatilan, termasuk kesyirikan. Juga termasuk menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak berfaedah. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5: 449. Syaikh As-Sa’di menyatakan bahwa jika dari yang sia-sia saja dijauhi, maka yang haram lebih pantas dijauhi. Lihat Tafsir As-Sa’di , hlm. 576.
Ketiga: Menunaikan zakat
Yang dimaksud di sini adalah menunaikan zakat maal, yaitu zakat dari harta jika memang sudah terpenuhi syarat nishab dan syarat haul (bertahan selama satu tahun).
Perintah menunaikan shalat dengan khusyu’ dan menunaikan zakat menunjukkan bahwa kita tidak hanya mementingkan ibadah pada Sang Khaliq, namun juga hendaklah berbuat baik pada sesama dengan menolong yang susah lewat zakat. Lihat Tafsir As-Sa’di , hlm. 576.
Keempat: Menjaga kemaluan dari zina
Sifat keempat ini adalah mereka menjaga kemaluannya dari zina. Termasuk dalam hal ini kata Syaikh As-Sa’di rahimahullah adalah menjaga diri hal-hal yang mengantarkan pada zina seperti memandang lawan jenis (dengan syahwat) dan bersentuhan dengan lawan jenis. Kemaluan tadi dijaga pada setiap orang kecuali pada istri dan budak yang halal untuknya.
Ini juga jadi dalil kata Syaikh As-Sa’di bahwa nikah mut’ah(kawin kontrak) itu haram seperti yang dilakukan oleh orang Syi’ah (Rafidhah). Pada kawin kontrak yang dinikahi adalah bukan istri sejati yang maksudnya untuk tetap selamanya. Lihat bahasan dalam Tafsir As-Sa’di , hlm. 576.
Hakikat nikah mut’ah adalah zina berkedok nikah.
Ibnu Katsir menyatakan bahwa ayat ini juga menunjukkan larangan melakukan liwath (hubungan yang dilakukan dengan sesama jenis) seperti yang terjadi di masa Nabi Luth ‘alaihis salam . Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim , 5: 449.
Ayat ini menunjukkan larangan untuk melakukan onani , yaitu mengeluarkan mani secara paksa dengan tangan. Ini jadi dalil dari Imam Syafi’i rahimahullah dikarenakan dalam ayat hanya dibolehkan syahwat dengan kemaluan disalurkan pada istri atau hamba sahaya yang dimiliki. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim , 5: 450.
Kelima: Memperhatikan amanat dan janji
Sifat orang beriman lagi tidaklah meniru sifat orang munafik. Sifat orang beriman adalah ketika diberi amanat, ia tidak khianat; ketika berjanji dan membuat akad, maka ia menunaikannya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مِنْ عَلاَمَاتِ الْمُنَافِقِ ثَلاَثَةٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ
“ Di antara tanda munafik ada tiga: jika berbicara, dusta; jika berjanji, tidak menepati; jika diberi amanat, ia khianat .” (HR. Muslim, no. 59)
Dalam riwayat lain disebutkan,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ
“ Tanda munafik itu ada tiga, walaupun orang tersebut puasa dan mengerjakan shalat, lalu ia mengklaim dirinya muslim .” (HR. Muslim, no. 59)
Keenam: Menjaga shalat
Sifat yang terakhir adalah mereka merutinkan shalat pada waktunya. Dalam hadits disebutkan, “Ibnu Mas’ud pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
أَىُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ « الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا » . قَالَ ثُمَّ أَىُّ قَالَ « ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ » .قَالَ ثُمَّ أَىّ قَالَ « الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ »
“Amalan apa yang paling dicintai oleh Allah?”
Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Shalat pada waktunya.”
“Kemudian apa lagi?” tanya Ibnu Mas’ud.
Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Kemudian berbakti pada kedua orang tua.”
“Kemudian apa lagi?” tanya Ibnu Mas’ud.
Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari, no. 5970 dan Muslim. no. 85)
Wallahu a’lam bish shawab.











































Inilah Empat Amalan Ringan Dalam Satu Hari yang Bisa Mengantarkan Seseorang ke Surga

SRIPOKU.COM ---Betapa indahnya ketika berbicara tentang surga. Allah SWT berfirman, (Artinya) Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal. Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya. (QS Al-Kahfi: 107-108).

Dengan kasih Allah dan rahmat-Nya kepada kita, Allah telah membentangkan gambaran surga yang nikmat itu, dengan menekankan keabadian dan kesempurnaan, tanpa kekurangan sedikitpun, tidak lelah atau sibuk dengan hiruk pikuk, tak ada kerugian, tidak ada yang dicurangi.

Rasulullah SAW menyebutkan beberapa peristiwa ringan yang mengantarkan seseorang menjadi ahli surga, dengan amalan di satu hari.


Suatu hari Rasulullah SAW bertanya, “Siapa di antara kamu yang berpuasa hari ini?”. Abu Bakar RA menjawab: “Aku”. Rasulullah SAW bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang telah mengikuti pemakaman hari ini?” Abu Bakar RA berkata: “Aku”.

Rasulullah SAW berkata lagi, “Siapa di antara kalian yang memberi makan orang miskin hari ini?”. Abu Bakar berkata lagi, “Aku”. Rasulullah SAW bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang menjenguk orang sakit hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Aku”.

Rasulullah SAW kemudian berkata, “Jika terkumpul seluruh amalan pada seseorang (seperti ini), niscaya ia akan masuk surga”.

Pada diri Abu Bakar RA di hari itu terkumpul seluruh kebaikan yang ringan namun mengantarkan pada surga. Sehingga, dalam riwayat lain, Umar bin Khattab RA sampai berkomentar, “oh…itu (amalan) ahli surga”.

Memang, menggabungkan semua pekerjaan itu dalam satu hari bukan hal mudah. Namun, dengan niat dan kesungguhan, kita bisa melakukannya. Sebab, seperti dikatakan Ibnul Qayyim,

“Kebahagiaan dunia dan akhirat berpulang pada seberapa besar (perjuangan) melawan keletihan, tak ada (kenikmatan) istirahat bagi yang tak merasakan letih; bahkan sebesar rasa letih itulah, kenikmatan istirahat (dapat dirasakan).”

Berpuasa sunnah Senin-Kamis adalah ibadah yang sangat bermanfaat. Selain menyehatkan, ia merupakan amalan yang dianjurkan Rasulullah SAW. Beliau SAW berkata,

“Amal-amal kebajikan dilaporkan pada setiap hari Senin dan Kamis, maka aku menyukai amalanku dilaporkan sedang aku dalam keadaan berpuasa.” (HR Tirmidzi). Selain itu, kata Rasulullah SAW juga, berpuasa menjauhkan kalian dari sikap riya.

Menjenguk teman atau kerabat yang sakit adalah amalan utama yang sangat bernilai. Walaupun kita datang tanpa membawa buah tangan apapun, tetapi kehadiran kita bagi yang sakit membangkitkan semangat baginya untuk sembuh.

Dalam riwayat Jabir bin Abdullah, Rasulullah SAW berkata;


“Barang siapa yang mengunjungi orang sakit niscaya dia mendapatkan rahmat. Maka apabila dia duduk di sampingnya dia tetap berada di dalam rahmat, dan apabila dia keluar dari orang yang sakit dia terus dinaungi rahmat sampai dia kembali ke rumahnya”.

Di kitab “Al-Ikhtiarat al-Fiqhiyah”, Imam Ibn Taymiyah bahkan berfatwa hukum menjenguk orang sakit adalah fardhu kifayah. Artinya, jika tak ada seorang pun yang peduli pada tetangga yang sakit, seluruh warga berdosa karenanya.

Demikian halnya bertakziah. Saat mengunjungi sanak famili yang tengah dirundung musibah kematian, misalnya, adalah pekerjaan yang ringan. Tetapi, efeknya sangat dahsyat bagi keluarga yang ditinggalkan.

Sehingga, dalam riwayat lain, Rasulullah SAW menganjurkan untuk berkata, “Sesungguhnya Allah-lah yang mengambil. (sebab) Dia-lah yang memberi. Dan di sisi-Nya, segala sesuatu memiki ajal tertentu”.

Dengan ucapan itu, diharapkan dapat menenteramkan seseorang dari kedukaannya. Sedemikian pentingnya amalan takziah ini, sehingga Imam Syafi’i berfatwa, “tak ada batasan waktu mengucapkan kalimat takziah”. (Kitab al-Umm).

Memberi makan orang miskin adalah amal lainnya yang terlihat ringan. Sepiring nasi yang kita berikan pada seseorang yang tengah kelaparan sesungguhnya tidak sekedar mengenyangkan perutnya, namun menguatkan mata batin persaudaraan dengannya.

Bahwa, dia akan merasa ada orang lain yang peduli pada kesulitan hidup yang tengah dihadapinya.

Perjuangan orang-orang shalih yang memberi makan fakir-miskin itu disinyalir Allah SWT dalam firman-Nya, (artinya) “Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih” (QS Al-Insan: 9).

Semoga, amalan-amalan kebaikan yang dicontohkan Abu Bakar RA itu dapat kita lakukan.(*)

Sumber: dakwatuna.com



Artikel ini telah tayang di sripoku.com dengan judul Inilah Empat Amalan Ringan Dalam Satu Hari yang Bisa Mengantarkan Seseorang ke Surga, http://palembang.tribunnews.com/2016/07/05/inilah-empat-amalan-ringan-dalam-satu-hari-yang-bisa-mengantarkan-seseorang-ke-surga?page=3.
Penulis: Darwin Sepriansyah
Editor: Darwin Sepriansyah