Khamis, 30 Mei 2019

6 Kunci Rahasia Untuk Menggapai Surga Firdaus, Surga Paling Utama dan Paling Tinggi Kedudukannya!


Sumber foto dari google.com
Mengenai surga, ada tingkatan-tingkatannya. Salah satunya adalah Surga Firdaus. Surga ini tentu menjadi mimpi bagi setiap orang muslim, mengapa? Karena surga ini adalah surga yang paling utama dan paling tinggi kedudukannya. Adakah cara untuk mendapatkannya? Tentu saja ada. Berikut ini penjelasan dari Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal.
Allah Ta’ala berfirman,
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2) وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (3) وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (4) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7) وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (8) وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (9) أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ (10) الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (11)
“ Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya .” (QS. Al-Mu’minun: 1-11)
Dari ayat di atas, untuk masuk dalam surga Firdaus, ada enam sifat yang harus kita miliki.
Pertama: Khusyu’ dalam shalat
Khusyu’ artinya berdiri di hadapan Allah dalam keadaan tunduk, merendahkan diri dan tenang. Dulu para sahabat biasa mengangkat pandangannya ke langit-langit dalam shalat. Ketika turun awal surat Al-Mu’minun (ayat 1 dan 2), barulah mereka menundukkan pandangan mereka dengan memandang ke tempat sujud.
Ibnu ‘Abbas menyatakan bahwa khusyu’ itu berarti tenang. ‘Ali bin Abi Thalib menyatakan bahwa khusyu’ itu berarti khusyu’nya hati. Al-Hasan Al-Bashri menyatakan bahwa khusyu’ itu dalam hati yang membuat anggota tubuh kita menjadi ikut tunduk. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim , 5: 448.
Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan dalam halaman yang sama bahwa khusyu’ itu bisa digapai jika hati kita tidak memikirkan hal-hal di luar shalat, dan mementingkan shalat saja daripada berbagai perkara di luar shalat.
Khusyu’ sendiri ada dua macam, yaitu khusyu’ pada lahiriyah dan khusyu’ dalam batin.
Khusyu’ pada lahiriyah bisa digapai dengan keadaan yang tenang dan tidak banyak melakukan gerakan sia-sia dalam shalat (seperti memandang ke langit-langit, menoleh kanan-kiri, banyak gerak yang tidak berguna dan tidak dibutuhkan). Khusyu’ lahiriyah juga bisa dicapai dalam bentuk tidak mendahului, berbarengan dan telat dari imam karena yang diperintahkan adalah mutaba’ah (mengikuti) imam.
Khusyu’ dalam batin bisa digapai dengan menghayati kebesaran Allah, memikirkan makna ayat, dzikir dan do’a dalam shalat, dan tidak peduli pada was-was setan.
Para ulama katakan bahwa khusyu’ itu dibangun dari dalam batin dan akan berpengaruh pada jawarih (anggota badan). Jika kekhusyu’an dalam hati itu kurang, maka akan nampak pada anggota badan. Namun ingat, menampak-nampakkan diri kita khusyu’ tidak disukai karena tanda ikhlas adalah menyembunyikan kekhusyu’an. (Lihat bahasan dalam kitab Irsyadul Musholli , hlm. 228-229)
Semoga Allah menjadikan kita memiliki shalat yang khusyu’ yang jadi suatu kenikmatan dan penyejuk pandangan.
Kedua: Menjauhkan diri dari hal yang tidak berguna
Maksudnya di sini adalah menjauhkan diri dari kebatilan, termasuk kesyirikan. Juga termasuk menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak berfaedah. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5: 449. Syaikh As-Sa’di menyatakan bahwa jika dari yang sia-sia saja dijauhi, maka yang haram lebih pantas dijauhi. Lihat Tafsir As-Sa’di , hlm. 576.
Ketiga: Menunaikan zakat
Yang dimaksud di sini adalah menunaikan zakat maal, yaitu zakat dari harta jika memang sudah terpenuhi syarat nishab dan syarat haul (bertahan selama satu tahun).
Perintah menunaikan shalat dengan khusyu’ dan menunaikan zakat menunjukkan bahwa kita tidak hanya mementingkan ibadah pada Sang Khaliq, namun juga hendaklah berbuat baik pada sesama dengan menolong yang susah lewat zakat. Lihat Tafsir As-Sa’di , hlm. 576.
Keempat: Menjaga kemaluan dari zina
Sifat keempat ini adalah mereka menjaga kemaluannya dari zina. Termasuk dalam hal ini kata Syaikh As-Sa’di rahimahullah adalah menjaga diri hal-hal yang mengantarkan pada zina seperti memandang lawan jenis (dengan syahwat) dan bersentuhan dengan lawan jenis. Kemaluan tadi dijaga pada setiap orang kecuali pada istri dan budak yang halal untuknya.
Ini juga jadi dalil kata Syaikh As-Sa’di bahwa nikah mut’ah(kawin kontrak) itu haram seperti yang dilakukan oleh orang Syi’ah (Rafidhah). Pada kawin kontrak yang dinikahi adalah bukan istri sejati yang maksudnya untuk tetap selamanya. Lihat bahasan dalam Tafsir As-Sa’di , hlm. 576.
Hakikat nikah mut’ah adalah zina berkedok nikah.
Ibnu Katsir menyatakan bahwa ayat ini juga menunjukkan larangan melakukan liwath (hubungan yang dilakukan dengan sesama jenis) seperti yang terjadi di masa Nabi Luth ‘alaihis salam . Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim , 5: 449.
Ayat ini menunjukkan larangan untuk melakukan onani , yaitu mengeluarkan mani secara paksa dengan tangan. Ini jadi dalil dari Imam Syafi’i rahimahullah dikarenakan dalam ayat hanya dibolehkan syahwat dengan kemaluan disalurkan pada istri atau hamba sahaya yang dimiliki. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim , 5: 450.
Kelima: Memperhatikan amanat dan janji
Sifat orang beriman lagi tidaklah meniru sifat orang munafik. Sifat orang beriman adalah ketika diberi amanat, ia tidak khianat; ketika berjanji dan membuat akad, maka ia menunaikannya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مِنْ عَلاَمَاتِ الْمُنَافِقِ ثَلاَثَةٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ
“ Di antara tanda munafik ada tiga: jika berbicara, dusta; jika berjanji, tidak menepati; jika diberi amanat, ia khianat .” (HR. Muslim, no. 59)
Dalam riwayat lain disebutkan,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ
“ Tanda munafik itu ada tiga, walaupun orang tersebut puasa dan mengerjakan shalat, lalu ia mengklaim dirinya muslim .” (HR. Muslim, no. 59)
Keenam: Menjaga shalat
Sifat yang terakhir adalah mereka merutinkan shalat pada waktunya. Dalam hadits disebutkan, “Ibnu Mas’ud pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
أَىُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ « الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا » . قَالَ ثُمَّ أَىُّ قَالَ « ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ » .قَالَ ثُمَّ أَىّ قَالَ « الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ »
“Amalan apa yang paling dicintai oleh Allah?”
Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Shalat pada waktunya.”
“Kemudian apa lagi?” tanya Ibnu Mas’ud.
Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Kemudian berbakti pada kedua orang tua.”
“Kemudian apa lagi?” tanya Ibnu Mas’ud.
Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari, no. 5970 dan Muslim. no. 85)
Wallahu a’lam bish shawab.











































Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Nota: Hanya ahli blog ini sahaja yang boleh mencatat ulasan.